UPACARA RARE EMBAS
I. PENDAHULUAN.
Dalam kehidupan beragama, umat
Hindu khususnya yang ada di Bali tidak bisa lepas dari rangkaian upacara dalam
mengiringi pelaksanaan kegiatan keagamaan sebagai muara konsekwensi bhakti umat
kehadapan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi
Wasa). Pelaksanaan upacara ini merupakan ciri dari pada ajaran Siwa Sidhanta yang berkembang di Bali,
yang salah satu pelaksanaan upacara yang ada di Bali adalah upacara Manusia Yajna.
Upacara Manusia Yajna adalah
merupakan suatu korban suci yang bertujuan untuk membersihkan lahir bathin
serta memelihara secara rohaniah hidup manusia. Mulai dari wujudnya jasmani di
dalam kandungan sampai akhir hidup manusia itu. Bagi mereka yang sudah tinggi
kekuatan batinnya pembersihan itu dapat di lakukan sendiri tanpa bantuan yang
lain misalnya dengan melakukan Yoga Smadhi dengan tekun dan disiplin, tetapi
sebaiknya bagi mereka yang belum kuatbatinnya akan memerlukan alat atau bantuan
orang lain, misalnya dengan mengadakan upacara-upacara, dimana pada dasarnya
upacara itu tidak dapat di pisahkan dengan upakara (bebanten) besar atau kecil sesuai dengan kaadan. Pembersihan lahir
bathin manusia selama hidupnya dianggap perlu agar seseorang dapat menerima
ilham (petunjuk-petunjuk yang baik dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa) sehingga selama hidupnya tidak menempuh jalan sesat,
melainkan dapat berfikir, berkata, dan berbuat yang baik dan benar. Sehingga
dapat memperbaiki karmanya sehingga bisa bersatu atau menyatu dengan sumbernya
yaitu Brahman.
Seperti telah di ketahui bahwa
salah satu kepercayaan agama Hindu adalah menjelma kembali Rainkarnasi (Numitis) sehingga konsekwensi Karma
Wasana tergantung baik buruk dari perbuatannya, dan upacara ini juga merupakan Pamarisudha (pembersihan) dari semua perbuatan
baik dan buruk (Subha-Asubha karma )
seperti halnya upacara Rare embas.
Apabila si bayi lahir akan di buatkan upacara walaupun upacara ini tidak begitu
memiliki arti yang istimewa kecuali sebagai tanda gembira dan angayu bagia atas
kehadiran si cabang bayi di dunia ini. Tetapi inti dari upacara ini adalah
perawatan terhadap “ari-ari” (Sang satur
Sanak). Seperti dalam upacara bayi dalam kandungan (upacara
megedong-gedongan) bahwa menurut keyakinan umat Hindu di Bali semasih dalam
kandungan si bayi mendapat perawatan atau pemeliharaan terutama oleh empat
kekuatan yang di sebut Babu Sugian. Babu
Lembana, Babu Abra dan Babu Karare. Dan kenyataannya si bayi mendapat
pemeliharaan dari empat unsur atau jasad yaitu Yeh nyom, Lamad, Ari-ari dan Darah
yang di sebut juga Nyama Catur atau Catur Sanak. Kiranya Nyama Catur (saudara empat) itu di beri
kiranya merekalah yang selelu menemeni dan memelihara si bayi selema semasih
dalam kandungan smpai lahir, bahkan menurut suatu mitologi si bayi telah berjanji
tidak akan melupakan keempat saudaranya itu. Dan agar di tolong pula si bayi
mencari jalan keluar (lahir) ada yang membukakan pintu (Yeh nyom) ada yang ngabih (menjaga)
dari kiri dan kanan (darah dan lamad)
dan ada pula yang mendorong atau mengatur dari belakang (ari-ari). Kemudian keempat catur sanak itu akan berganti-ganti
nama sesuai dengan perkembangan si bayi atau seseorang. Misalnya semasih di
dalam kandungan disebut Babu sugian, Babu
lembana, Babu abra, dan Babu karare.
Sedangkan setelah lahir disebut Sang Anggapati,
Sang Mrajapati, Sang Banaspati dan Sang Banaspati-Raja. Lebih lanjut mereka
juga di sebut : Dengen (Yeh Nyom),
Kala (Darah), Bhuta (Lamad) dan
Antapreta (Ari-ari). Serta masih banyak lagi nama yang di berikan kepada
mereka sampai pada seseorang meninggal.
Dengan adanya keyakinan bahwa
keempat keyakinan dari unsur atau jasad akan tetap memelihara dan melindungi si
bayi atau seseorang sampai akhir hidupnya bahkan setelah meninggalpun mereka
yang akan menjemput Sang Atma dan mengantarnya ke dunia akhirat atau sebaliknya
mungkin juga akan merintangi dan mengganggu jalannya Sang Atma. Oleh karena itu
sesuai janji si bayi semasih berada dalam kandungan maka keempat kekuatan (Sang Catur Sanak) mendapat pemeliharaan
(di-aci) sebagai mana mestinya.
Melalui suatuupacara dengan pengharapan mereka tetap melindungi si bayi atau
seseorang dari mala petaka, kesukaran-kesukaran dan lain sebagainya. Setiap ada
upacara terhadap si bayi maka Sang Catur
Sanak akan di buatkan pula upakara-upakara dan bagi orang yang teliti
sebelum menyusui anaknya terlebih dahulu ia akan meneteskan beberapa tetes air
susunya yang di tujukkan kepada Sang
Catur Sanak (diteteskan di tempat menanam ari-ari). Demikian pula saat
memandikan si bayi tempat tersebut akan di sirami pula dengan air.
Di dalam pemeliharaan terhadap
Sang Catur Sanak maka yang nyata
mendapat pemeliharaan (perawatan adalah ari-arinya sedangkan yang lain seperti Yeh Nyom, Lamad, dan Darah akan di buang
di tempat melahirkan. Tapi kalo ari-arinya di bawa pulang setelah sampai di
rumah ari-ari tersebut akan di cuci kembali dengan air bersih atau air
kum-kuman. Lalu di masukkan ke dalam se butir kelapa yang diisi tulisan ONG-Kara sedangkan bagian bawahnya di
isi tulisan AH-Kara. Kemudian kedua
belah kelapa itu di cakupkan kembali di bungkus dengan ijuk dan kain putih,
lalu di pendam sebagai berikut :
Apabila si bayi perempuan maka yang memendam
ari-arinya adalah salah satu keluarganya perempuan serta di pendam di sebelah
kiri pintu bale. Dan apabila si bayi laki-laki maka memendam ari-ari adalah
salah satu keluarga laki-laki serta di pendam di sebelah kanan pintu bale.
II SUSUNAN UPACARA
2.1. Upakara yang kecil (nista).
- Untuk si bayi : Dapetan dengan “jit kuskusan” (nasi yang di ambil dari ujung kuskusan atau bentuk
runcing) di lengkapi dengan raka-raka,
lauk-pauk, sampian jaet, canang sari atau yang lain, penyeneng, dan ajuman
putih kuning.
- Untuk Catur Sanak : Banten ini di taruh di tempat menanam ari-ari. Segehan kepel 4 kepel dengan ikannya
bawang, jahe, dan garam. Ada kalanya nasi berwarna empt (putih, merah, kuning,
dan hitam) serta di tambah dengan satu kepel nasi berumbun. Banten ini di
haturkan kehadapan Sang Antara Preta
beserta saudara-saudaranya.
2.2. Upakara Biasa (madya)
- Untuk si bayi : sama seperti di
atas di tambah dengan jerimpen di
wakul dan pemagpag dengan guling itik
beserta perlengkapannya.
- Untuk Sang Catur Sanak. Sama seperti di atas.
2.3. Upakara yang besar (utama)
- Untuk si bayi seperti upakara
biasa yang di lengkapi dengan jerimpen tegeh serta magpagnya dengan guling babi serta perlengkapannya di sertai dengan
bunyi-bunyian seperti kul-kul, bedil, gong, dan lain sebagainya.
- Untuk Catur Sanak sama seperti di atas di tambahkan dengan sesajen yang
lain sesuai dengan keadaan.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, I. G.
A. Mas, Upacara Manusia yadnya, IHD
Denpasar.
_______________,
dan Oka Ida Bagus, Catur yadnya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar